Review/preview - Issue - News - Comments - Mind words

Sunday, March 29, 2009

Masih money poltics ?

Genderang kampanye terbuka yang terus berkumandang menjelang hari Pemilihan Umum dilaksanakan menghasilkan berbagai respon untuk masyarakat pada umumnya. Sebagian menganggapnya sebagai bahan tontonan dipinggir jalan, sebagian pro-aktif bergabung dalam aksi kampanye, sebagian lain merasa terganggu dengan wara-wiri serta gemuruh suara yang menyebalkan. ada pula yang acuh tak acuh terhadap kampanye2 itu. Seperti saya misalkan.

Sebagai seorang ketua organisasi muda-mudi di desa, saya menjadi kail untuk merebut massa di daerah saya. Mulai dari partai kuning, bergambar matahari biru, si moncong putih, bulan sabit kembar, limas segitiga, sampai partai2 yang gak jelas asalnya.
Dengan jelas saya menolak, karena saya tidak mau menjadi benteng maupun ukuran bagi mereka. Lagipula saya tidak suka dengan keramaian dan persuasi yang ditawarkan. lebih baik saya di rumah, nge-blog, main Facebook, dan melakukan sesuatu hal yang lebih berguna buat saya sendiri.

Tidak ada lagi jaminan (uang lelah) untuk para peserta kampanye bukan merupakan alasan buat saya. Toh, saya mendukung politik bersih tanpa permainan uang dan jujur.
Sekarang sosialisasi partai maupun caleg sudah nggak lagi memberikan uang saku bagi para pesertanya, tapi apakah benar Pemilu 2009 ini bersih dari Money Politics ?

Lihat saja beberapa laporan berita di televisi, betapa bahwa politik uang bisa dilakukan dengan segala cara. Mulai dari membagi handphone, sendok, sembako, sampai hadiah hadir dalam acara panggung. Siapa yang salah? Panitia pelaksana jelas salah. tapi masyarakat juga ikut andil dalam pelanggaran ini.
Kenapa? karena pada dasarnya masyarakat bawahlah yang meminta dan mencari-cari "suapan' tersebut. Ini tentu menjadi dilema bagi para caleg dan panitia kampanye.

Sebagai contoh nyata, dalam suatu rapat muda-mudi ada yang mengusulkan untuk meminta dana pada salah satu caleg untuk dapil daerah kami. Dana itu rencananya akan digunakan untuk kegiatan olahraga dan memperbanyak inventaris organisasi. Terang2-an saya menolak, dan tidak ada tindak lanjut tentang proposal permintaan dana tersebut.
Tapi beberapa hari kemudian, 5 buah bola voli, 2 bola basket, satu net voli, satu net badminton beserta beberapa peser uang tunai datang dengan mengatasnamakan sang caleg.
Kalo ditolak, berarti menolak rejeki dan mencari masalah dengan pembesar daerah. Tapi kalo diterima kok melawan nurani saya. Akhirnya tetap saya terima dengan catatan tidak memberi jaminan suara.

Money politics di masa Pemilu 2009 ini memang tidak begitu gencar dan terlihat kentara ketimbang pemilu2 sebelumnya atau pilkada yang lalu (saya mendapat 100ribu dari calon kepala desa yg tidak saya pilih, dan kini menjadi kepala desa). Sekarang begitu banyak partai dan caleg yang bertarung justru menjadi ajang saling mengintai dan membantai. Siapa yang salah dan lengah, dia akan habis.
Cara terbaik dan teraman untuk dilakukan pun segera mereka temui demi menggapai massa. Membangun koperasi dengan modal besar untuk populasi atau komunitas tertentu, yang intinya sama saja. SHU yg dibagikan itu topeng dari money politics.
Ada yg lebih berhati-hati dengan langkahnya. Dia baru akan memberi konstituen-nya "sesuatu" setelah dia jelas2 terpilih atau dilantik. Usaha bimbingan belajar milik keluarga saya sudah dijanjikan 25 meja, 2 papan tulis, dan buku2 pegangan. Hebatkan?

Sebisa apapun saya berlari dari hiruk pikuk kampanye, sejauh apapun saya mencoba sembunyi dari gemerlap silau pemilu 2009 ini, kenapa masih bisa ditemukan juga?
Saya rakyat yang ingin menggunakan hak pilih dengan baik, supaya tidak menyesal karena memilih orang yang salah, partai yang salah, dan pemimpin yang salah hanya karena sepeser uang yang memang saya butuhkan.
Tapi saya lebih membutuhkan negara yang lebih baik dengan jaminan kesejahteraan rakyatnya.
Bukankah itu lebih afdol?

Maju Indonesia !! jadi negara yang bersih dari penjahat berwajah rupawan.

No comments: