Review/preview - Issue - News - Comments - Mind words

Wednesday, May 06, 2009

Setelah KPU, giliran KPK ...

Gegap suasana pasca PEMILU 9 April 2009 mulai surut terdengar. Setelah hasil perhitungan digital yg berbeda dengan hasil perhitungan secara manual. Yg salah yg mana?
Sekarang perhitungan hasil pemilu dilakukan secara tertutup di kantor pusat KPU di Jakarta, setelah selama beberapa hari dibuka. Partai Demokrat memimpin secara ironis diperhitungan digital. Ini berkat buaian strategi BLT yg melenakan para konstituen. Akhirnya masyarakat lebih memilih siapa yg mampu memberi mereka kenyamanan secara finansial, bukan jaminan masa depan negara.
Yg nggak jauh dari prediksi, PDI-P bergelora diperhitungan manual. Secara eksplisit akan jelas2 terlihat bahwa simpatisan fanatik (entah itu simpatisan rasional ato simpatisan buta) PDI-P diseluruh Indonesia menjadi paling kuantitatif. Ironi tentang seorang wanita dan seekor banteng liar.

Tapi semarak dan gaung perhitungan hasil pemilu itu kian surut terdengar, dan porsi berita di media massa pun makin berkurang. Ada apa? Apa warga Indonesia sudah pesimis dan apatis dengan hasil dari pemilu terkacau sepanjang sejarah Indonesia ini?
Ternyata kekacauan kinerja KPU telah ditutupi oleh borok KPK yang terkuak dengan sukacita dan penuh kerelaan oleh sang ketua, Antasari Ashar.

Setelah memberi dobrakan dahsyat di dunia persilatan pemberantasan korupsi di Indonesia, setelah menggiring beberapa nama besar ke hadapan meja hijau dengan kasus2 menghebohkan, kini giliran sang ketua "the coruptor slayer" ini yg tersangkut kasus lumayan heboh. Tersangka dalang pembunuhan .... What a h*** was going on?

Seperti retorika permainan kata2 verbal yg pernah aku tanyakan pada teman2 ku dulu. Kalo "Razia Senjata Tajam", berarti yang dirazia adalah orang2 bersenjata tajam. Sedangkan "Razia Premanisme, berarti yg dirazia adalah preman2 yg berkeliaran.
Sekarang, dikantor polisi lalu lintas ada papan bertuliskan "Razia Polisi". Itu yang dirazia apa? siapa? kenapa? bagaimana?
Apakah polisi juga patut dirazia karena dikawatirkan melakukan tindakan2 yg berbahaya bagi korps, nusa - bangsa dan keluarga?

Jadi mungkin perlu diadakan sidak dadakan seperti yg sempat digalakkan KPK terhadap beberapa institusi pemerintah. Semestinya KPK sendiri juga perlu untuk disidak, karena nggak menutup kemungkinan bahwa setiap lini unsur pemerintahan memiliki peluang untuk diselewengkan.

Terlepas dari tindakan preventif tentang penyelewengan apapun di pemerintah, bagaimana dengan kasus besar yang sedang menimpa lembaga pemerintah tersebut. Tersiar kabar bahwa kasus ini membawa motif asmara dan wanita ...

fiuh, setelah KPU (Komisi Paling Upil), sekarang giliran KPK (Komisi Pengganggu kredibilitas) ...

No comments: