Review/preview - Issue - News - Comments - Mind words

Thursday, February 05, 2009

Demokrasi yang mematikan

Kejadian yang belum lama terjadi di Medan, Sumatera Utara, menunjukkan bahwa masyarakat umum memang perlu mendapat tutorial politik yang intensif dan benar. Bukan pendidikan politik yang bergerak karena propaganda suatu partai politik atau individu yang mencalonkan diri menjadi legislatif daerah/pusat.
Betapa masalah pemekaran wilayah yang dituntut para mahasiswa Tapanuli untuk menjadikan Tapanuli sebagai provinsi sendiri yang terpisah dari rumah tangga Sumatera Utara, adalah aspirasi rakyat yang dilaksanakan dengan tergesa-gesa dan arogan.
Ini adalah salah satu bentuk pembentukan arti reformasi yang salah dimata masyarakat. mereka berpikir reformasi adalah kesempatan mengemukakan pendapat sebebas-bebasnya dan menuntut hak kebebasan tersebut dengan semaunya.
Jika bicara mengenai kebudayaan, Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda, dan persatuan adalah perisai. Jika warga Tapanuli merasa berbeda dengan warga Sumatera Utara pada umumnya, Lihatlah DKI Jakarta yang memiliki banyak perbedaan. Apa jadinya jika rakyat Betawi menginginkan provinsi sendiri ?
Jika membahas sentralisasi kekayaan alam dan anggaran pembangunan, itu bukan alasan yang kuat. Lihatlah Kabupaten Kulon Progo yang berada jauh dari pusat kota Provinsi Yogyakarta, kemana larinya kekayaan bijih besi yang mereka punya ? Toh mereka masih setia kepada DIY, tidak membelot dan berpindah ke Jawa Tengah atau menuntut otonomi sendiri.
Kematian H Abdul Azis Angkat adalah pemicu keputusan pasti dari pemerintah untuk menindaklanjuti permintaan rakyat. Keputusan yang tergesa-gesa dan terpaksa tentu saja akan menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal.
Dan yang pasti, tragedi selasa 3 Februari 2009 yang lalu harus diusut tuntas, provokator terjadinya kerusuhan dalam penyuaraan aspirasi rakyat.
Aspirasinya nggak salah kalo punya argumen dan dasar tujuan yang kuat dan tepat, tapi kalo cara penyampaiannya nggak tepat, ... wah itu namanya nglunjak. Proposal bisa ditolak mentah-mentah.

No comments: